Senin, 02 Maret 2009
IASTP II
INDONESIA-AUSTRALIA
......................................................................
Program pertukaran informasi HAM Indonesia Australia merupakan salah satu program Dirjen HAM untuk terus megembangkan dan meningkatkan pengetahuan dan keterampilan HAM antara dua negara. Indonesia maupun Australia merupakan dua negara yang memiliki banyak saling persingungan sehingga hubungan yang baik harus dibangun untuk mewujudkan keselarasan di berbagai bidang kehidupan.
Rabu, 12 November 2008
Hal ini menjadi penting, karena beragamanya budaya, agama, karakter dan kesmeuannya itu merupakan potensi konflik yang ada di Indonesia.
Tetap Semanag
Salam bahagia
agus sutiyono
Selasa, 11 November 2008
SINGAPORE & INDONESIA
Interfaith Dialogue: Two Studies in Muslim/Christian Relations
January 7-21, 2009
Click envelope to email this to a friend!
Plowshares Institute and Hartford Seminary, in association with the Christian Conference of Connecticut and the Muslim Coalition of Connecticut, are sponsoring a traveling seminar to Singapore and Indonesia. This educational immersion will consider issues of Western/Muslim relations, sustainable development and understandings of human rights and democracy in these two nations which provide contrasting models of governance in the Southeast Asia context.
Singapore is a small, wealthy and tightly managed democracy with very comprehensive delivery of educational and social services. Given its small size and the value it places on interfaith harmony, Singapore has strong government-supported programs which promote religious tolerance and understanding. Thanks to Hartford Seminary’s special relationship with the Muslim Council of Singapore and other religious and social agencies, participants will have the opportunity for extensive dialogue with key decision makers in Singapore.
Indonesia is the world’s fourth largest country, the world’s third largest democracy, and has the world’s largest Muslim population—more than the combined population of the core Middle East states. Indonesia also has the world’s largest reformed Christian population as well as significant Hindu and Buddhist communities. A secular state, Indonesian government is based on the policy of Pancasila which stresses national unity, respect for religious belief, and high levels of tolerance which requires effective interfaith dialogue. Indonesia’s leadership is actively confront issues of decentralization, the protection of human rights, expansion of democratic participation, and intervention in ethnic/regional conflicts.
In Indonesia, the seminar will visit three distinct regions (Aceh, Yogyakarta and Makassar) which together reflect Indonesia’s scenic, cultural, and religious diversity. In each location, participants will have unique access to Indonesian leaders from the highest levels of government, religious, and civic organizations due to Plowshares and Hartford Seminaries many contacts in all levels of Indonesian society. These practionners and policy makers will share their views on Indonesia’s role as the world’s largest Muslim country, Muslim-Christian relations, economic and political development, human rights, democratic participation, and conflict intervention in the aftermath of one of the world’s largest natural disasters.
In Aceh, participants will observe the ongoing recovery after the devastating tsunami of December 2004. The people of Aceh used this tragedy as an opportunity to peacefully resolve a 30-year civil war and re-negotiate a special autonomy arrangement with the national government. Aceh province, which contains one of the world’s largest rain forests, is also actively exploring issues of environmental protection and global responsibility through a system of carbon credits authorized at the UN climate control meeting in Bali in December 2007.
In Yogyakarta, considered by many to be Indonesia’s educational and cultural center, participants will experience Indonesia’s rich cultural heritage. Visits will include Borobudur and Prambanan, major Buddhist and Hindu temples, and dialogue with leaders at universities and NGOs focused on interfaith dialogue.
In Makassar, Sulawesi, a historic region of Christian/Muslim conflict, seminar participants will have the opportunity to participate in an international conference sponsored by the Indonesian Ministry of Law and Human Rights and the State University of Makassar. Participants will engage in presentations, panel discussions and training sessions on promoting human rights through combating global warming, proactive conflict intervention and poverty alleviation. Participants will also have an opportunity to enjoy Makassar’s rich coastal culture and ecological diversity.
As an optional addition to the seminar, participants will have the opportunity to stay in Bali from January 22-25th at an extra cost of $400. While staying at the beautiful Dhyana Pura resort on the beach, participants will have a time to relax and enjoy the region’s rich cultural heritage. Possible excursions include: snorkeling on Lombagan island, visits with Balinese dancers and artists, exposure to the highly contextualized Bali Protestant church and Bali’s predominantly Hindu culture.
At the seminar’s conclusion participants have a covenant commitment to share what they have learned with constituencies back in the United States through presentations and/or written pieces. Therefore, regular personal and group reflection as well as worship will be important seminar components, allowing participants to digest and dialogue with one another about the issues and positions being raised by the many leaders with whom we meet.
How to Join Us: Admission to the seminar is by application. The group is limited to twenty participants. The total cost for the traveling seminar, including travel to/from the US, housing, and all meals is US $3800, subject to change due to possible increase in airfares. Academic credit may be available for this seminar, with an additional fee, through Hartford Seminary. A limited number of partial scholarships for women and minorities are available.
LEADERS:
Rev. Dr. Robert A. Evans is Founding Executive Director of Plowshares Institute and has led more than forty previous traveling seminars at the invitation of civic, community, and religious leaders. Bob is the author and editor of several books and articles and has been nominated for the Nobel Peace Prize for work to promote a just peace worldwide.
Dr. Heidi Hadsell is President of Hartford Seminary, former Director of the Ecumenical Institute of the World Council of Churches in Bossey, Switzerland, and Professor of Social Ethics with special expertise in areas of interfaith dialogue and sustainable ecology.
For applications and additional information contact:
Hartford Seminary, 77 Sherman St. Hartford, CT 06105 (860) 509 9509 or
Plowshares Institute, P.O. Box 243, Simsbury, CT 06070Tel: (860) 651-4304;
E-mail: plowshares@plowsharesinstitute.org
Web Sites: www.plowsharesinstitute.org, www.hartsem.edu
Research and Sustainable Development "
yang diselenggarakan oleh Depkumam dan Plowshares Institute
Peserta program ini kemudian akan diberanhgkatkan ke Amerika Serikat untuk mengikuti pelatihan lebih lanjut selama 3 Bulan di Plowshare Institute dan beberapa perguruan tinggi lainnya di Amerika. Selesai mengikuti program ini diharapkan akan ada tenaga-tenaga yang memiliki kemampuan (kompetensi) dan penegtahuan yang memadai untuk menangani berbagai konflik yang terjadi di Indonesia.
salam bahagia
agus sutiyono
Pusat Pendidikan HAM
Universita Negeri Jakarta
Rabu, 08 Oktober 2008
Universal Declaration on
the Human Genome and Human Rights
Pernyataan Universal mengenai Genom Manusia
dan Hak-hak Asasi Manusia
Konferensi Umum,
A. MARTABAT DAN GENOM MANUSIA
Genom manusia melandasi kesatuan mendasar semua anggota keluarga manusia, dan juga sebagai pengakuan martabat dan keragaman asalnya. Secara perlambang, genom ialah warisan kemanusiaan.
(a) Siapa saja memiliki hak hormat bagi martabat mereka dan bagi hak-hak mereka terlepas dari ciri genetika mereka.
(b) Martabat itu memberi kewenangan untuk tidak menciutkan perorangan ke ciri genetika mereka dan untuk menghormat kekhasan dan keragaman mereka.
Genom manusia, yang menurut kodratnya berkembang, bermutasi. Genom ini memiliki kemampuan yang dinyatakan secara berbeda sesuai dengan lingkungan alam dan sosial setiap perorangan termasuk keadaan kesehatan, kondisi kehidupan, gizi dan pendidikan seseorang.
Pasal 4
Genom manusia dalam keadaan alaminya tidak untuk memberi keuntungan-keuntungan keuangan.
Pasal 5
(a) Penelitan, perlakuan atau diagnosis yang menyangkut genom seseorang hanya dilakukan setelah melalui penilaian ketat dan terdahulu mengenai risiko-risiko yang berpotensi dan manfaat-manfaat yang melekat padanya sesuai dengan syarat-syarat lain dalam hukum nasional.
(b) Dalam semua perkara, kesepakatan terdahulu, bebas dan memberi kejelasan dari orang yang berkenaan harus diperoleh. Jika orang ini tidak berada dalam kedudukan untuk menyepakati, kesepakatan atau kewenangan perlu diperoleh dengan cara yang diatur oleh hukum, dipandu oleh kepentingan terbaik orang tersebut.
(c) Hak setiap perorangan untuk menentukan apakah diberitahu atau tidak tentang hasil-hasil pemeriksaan genetika dan konsekuensi yang dihasilkannya perlu dihormati.
(d) Dalam hal penelitian, protokol perlu, sebagai tambahan, diserahkan untuk tinjauan terdahulu sesuai dengan pedoman atau standard penelitian nasional dan internasional yang berkenaan.
(e) Jika menurut hukum seseorang tidak berkemampuan untuk menyepakati, penelitian yang menyangkut genomnya hanya dapat dilakukan untuk manfaat langsung kesehatan dirinya, dengan kewenangan dan kondisi perlindungan yang diatur hukum.Penelitian yang diperkirakan tidak memberi manfaat kesehatan langsung hanya boleh dilakukan sebagai pengecualian, dengan pembatasan ketat, mengungkap orangnya terhadap risiko minimum dan beban minimum dan jika penelitian diniatkan untuk memberi sumbangan manfaat kesehatan bagi orang lain dalam kategori umur yang sama atau dengan kondisi genetika yang sama, dengan memperhatikan kondisi yang diatur oleh hukum, dan selagi penelitian ini bersesuaian dengan perlindungan hak-hak asasi orangnya.
Tidak seorangpun boleh dikenakan diskriminasi yang didasarkan pada ciri genetika yang diniatkan untuk melanggar atau menyebabkan pelanggaran hak-hak asasi manusia, kebebasan-kebebasan mendasar dan martabat manusia.
Pasal 7
Data genetika yang dihubungkan dengan seseorang yang dapat dikenali dan disimpan atau diolah untuk tujuan penelitian atau tujuan lain harus dijaga berkerahasiaan dalam kondisi yang diperkirakan diatur oleh hukum.
Pasal 8
Setiap orang memiliki hak, menurut hukum internasional dan nasional, terhadap perbaikan berkeadilan kerusakan yang mana saja yang diderita sebagai hasil langsung dan menentukan dari suatu intervensi yang menyangkut genomnya.
Pasal 9
Untuk melindungi hak-hak asasi manusia dan kebebasan-kebebasan mendasar, batasan prinsip-prinsip kesepakatan dan kerahasiaan hanya dapat diatur oleh hukum, dengan alasan kuat, dalam batas hukum internasional umum dan hukum internasional hak-hak asasi manusia.
Tidak ada penelitian atau penerapannya yang berkaitan dengan genom manusia, khusus di bidang biologi, genetika dan kedokteran, seharusnya melampaui hormat pada hak-hak asasi manusia, kebebasan-kebebasan mendasar dan martabat pada manusia perorangan, di mana berlaku, pada kelompok manusia.
Pasal 11
Penyelenggaraan yang bertentangan dengan martabat manusia, seperti pengklonan reproduksi manusia, tidak diizinkan. Negara dan organisasi internasional yang berkewenangan diundang untuk bekerja sama untuk mengenali penyelenggaraan seperti ini di tingkat nasional dan internasional, tindakan yang diperlukan untuk menjamin agar prinsip-prinsip yang ditetapkan dalam Pernyataan ini dihormati.
Pasal 12
(a) Manfaat dari kemajuan dalam biologi, genetika dan kedokteran, mengenai genom manusia, harus tersedia untuk semua, dengan mempertimbangkan martabat dan hak-hak asasi manusia dari setiap perorangan.
(b) Kebebasan penelitian, yang perlu untuk kemajuan pengetahuan, ialah bagian dari kebebasan pemikiran. Penerapan penelitian, termasuk penerapan dalam biologi, genetika dan kedokteran, mengenai genom manusia, harus berupaya untuk memberi pembebasan dari penderitaan dan memperbaiki kesehatan perorangan dan kemanusiaan secara keseluruhan.
Tanggung jawab yang ada dalam kegiatan-kegiatan peneliti, termasuk ketelitian, kehati-hatian, kejujuran intelektual dan integritas dalam melaksanakan penelitian mereka dan juga penyajian dan penggunaan temuan mereka, perlu menjadi subyek perhatian khusus dalam kerangka penelitian pada genom manusia, karena kaitan etika dan sosialnya. Perumus kebijakan ilmu pengetahuan pemerintah dan swasta dalam hal ini juga mempunyai tanggung jawab khusus.
Negara perlu mengambil langkah-langkah tepat untuk memupuk kondisi intelektual dan bahan yang menguntungkan untuk kebebasan dalam pelaksanaan penelitian pada genom manusia dan mempertimbangkan pengaruh etika, hukum, sosial dan ekonomi penelitian seperti itu, atas dasar prinsip-prinsip yang ditetapkan dalam Pernyataan ini.
Pasal 15
Negara perlu mengambil langkah-langkah tepat untuk memberi kerangka untuk pelaksanan secara bebas penelitian mengenai genom manusia dengan memperhatikan prinsip-prinsip yang ditetapkan dalam Pernyataan ini, agar menjaga hormat pada hak-hak asasi manusia, kebebasan mendasar dan martabat manusia dan melindungi kesehatan umum. Negara perlu menjamin hasil-hasil agar penelitian tidak digunakan untuk tujuan-tujuan tidak-damai.
Pasal 16
Negara perlu mengenali nilai promosi, pada berbagai tingkatan, pembentukan komite etika yang mandiri, multidisiplin dan pluralis untuk menilai masalah-masalah etika, hukum dan sosial dan masalah-masalah yang timbul dari penelitian pada genom manusia dan penerapannya.
Negara perlu menghormati dan mempromosikan pelaksanaan kesetiakawanan antar perorangan, keluarga dan kelompok penduduk yang secara khusus rentan terhadap atau dipengaruhi oleh penyakit atau kecacatan berciri genetika. Negara perlu memupuk, antara lain, penelitian pada identifikasi, pencegahan dan perawatan penyakit-penyakit yang berbasis genetika atau dipengaruhi genetika, khususnya penyakit-penyakit yang jarang dan juga endemik yang mempengaruhi sejumlah besar penduduk dunia.
Pasal 18
Negara perlu melakukan setiap upaya, dengan perhatian dan pertimbangan tepat terhadap prinsip-prinsip yang ditetapkan dalam Pernyataan ini, untuk terus memupuk penyebaran internasional pengetahuan keilmuan yang menyangkut genom manusia, keragaman manusia dan penelitian genetika, dalam hal itu, untuk memupuk kerja sama keilmuan dan kebudayaan, khususnya antara negara industri dan negara berkembang.
Pasal 19
(a) Dalam kerangka kerja sama dengan negara-negara berkembang, Negara perlu mendorong upaya yang memungkinkan:
(i) penilaian risiko-risiko dan manfaat yang berkaitan dengan penelitian pada genom manusia untuk dilaksanakan dan penyalahgunaan untuk dicegah;
(ii) kemampuan negara-negara berkembang untuk melaksanakan penelitian tentang biologi dan genetika manusia, dengan mempertimbangkan masalah-masalah khusus, untuk dikembangkan dan diperkuat;
(iii) negara-negara berkembang untuk menarik manfaat dari hasil-hasil penelitian keilmuan dan keteknologian sehingga penggunaannya yang menguntungkan kemajuan ekonomi dan sosial dapat menjadi manfaat untuk semua;
(iv) pertukaran bebas pengetahuan keilmuan dan informasi dalam bidang-bidang biologi, genetika dan kedokteran untuk dipromosikan.
(b) Organisasi internasional yang berkenaan perlu mendukung dan mempromosikan prakarsa yang diambil oleh Negara untuk tujuan-tujuan yang disebut di atas.